Wacana

Solusi Alternatif dalam Perubahan Peraturan Kebijakan Akuntansi Pemda

SAP dan Kebijakan Akuntansi Pemda

Terwujudnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berawal dari amanat Undang-Undang Keuangan Negara yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Peraturan Pemerintah ini kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 yang masih berlaku hingga saat ini. Peraturan tersebut juga menegaskan bahwa Pemerintah menerapkan  SAP Berbasis Akrual.

Beberapa tahun kemudian, akuntansi berbasis akrual mulai diterapkan pemerintah daerah sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 dan diterapkan pemerintah pusat sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 270 Tahun 2014. Adapun ruang lingkup yang diatur dalam Permendagri tersebut terdiri dari kebijakan akuntansi pemerintah daerah, Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), dan Bagan Akun Standar (BAS).

Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013, Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh pemerintah daerah sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (5), kebijakan akuntansi ini juga harus diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

Susunan Kebijakan Akuntansi Pemda

Kebijakan akuntansi pemerintah daerah adalah salah satu bentuk produk hukum. Produk hukum yang berkualitas memiliki beberapa kriteria seperti tidak tumpang tindih, bersifat futuristik, sistematik, dan kriteria-kriteria lainnya. Dr.Jan Hoesada,CPA dalam artikelnya yang dimuat di https://www.ksap.org/sap/peraturan-daerah-tentang-kebijakan-akuntansi/, menyebutkan beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan akuntansi pemerintah yang berkualitas.

Pertama, meskipun SAP atau PSAP menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan, bukan berarti dapat dikutip seluruhnya. Pengutipan SAP atau PSAP harus dilakukan dengan cermat dan mengedepankan asas kemanfaatan dengan mengantisipasi risiko perda terlalu tebal dan sulit diterapkan. Oleh karena itu, pengutipan atau menyalin sebagian besar SAP dan/atau PSAP sebisa mungkin dihindari.

Kedua, Berdasarkan Lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013, pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan akuntansi tidak hanya menelaah SAP tetapi juga perlu memperhatikan rujukan atau referensi lain yang relevan. Berbagai rujukan atau referensi lain itu bisa jadi menciptakan landasan berfikir pemilihan suatu metode akuntansi yang paling tepat bagi suatu pemerintah daerah tertentu. Sumber rujukan ini juga sebaiknya disebutkan dalam perda. Namun demikian, perda yang baik adalah perda yang menghindari rujukan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan berbagai rujukan yang tidak kompeten.

Hal ini patut menjadi perhatian mengingat secara hierarki peraturan yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, kedudukan Peraturan Pemerintah berada di atas Peraturan Menteri. Dengan kata lain, segala kebijakan akuntansi akrual pemda yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 batal demi hukum.

Ketiga, Pelaporan dan kebijakan akuntansi untuk pos atau akun yang belum diatur secara eksplisit oleh SAP atau PSAP namun faktanya ada pada pemda tersebut, juga wajib diatur dalam perda. Pengaturan terkait hal ini dapat mengambil pelajaran dari PSAP yang memiliki kesamaan, kemiripan, dan keserupaan (serupa tetapi tidak sama) dengan bantuan dari pakar luar pemerintah daerah seperti konsultan akuntansi, pengajar ilmu akuntansi, pensiunan pemerintah daerah, serta pakar akuntansi baik dari dalam maupun luar negeri.

Keempat, secara umum bentuk perda tersebut dapat mengikuti contoh yang diberikan pada butir c Lampiran I Permendagri.

Solusi Alternatif dalam Perubahan Peraturan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah

Penyusunan kebijakan apalagi yang sering berubah-ubah tentunya membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit. Padahal penerapan kebijakan akuntansi ini sangat berdampak pada akuntabilitas keuangan pemda. Kebijakan akuntansi yang tidak sesuai berpotensi menimbulkan temuan-temuan hukum dalam aspek administrasi yang pada akhirnya juga mempengaruhi opini yang diberikan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Oleh karena itu, perlu adanya suatu solusi alternatif dalam perubahan kebijakan akuntansi pemerintah daerah. Salah satu solusi alternatif yang bisa diterapkan adalah Judicial Preview.

Judicial Preview dikemukakan oleh Muhammad Saiful Mujab, S.Hi dalam artikelnya yang dimuat di https://kalteng.antaranews.com/berita/252397/solusi-alternatif-dalam-pencegahan-pembaruan-hukum-yang-sia-sia. Judicial Preview secara umum adalah bentuk uji materi terhadap suatu norma hukum yang belum diberlakukan atau diundangkan. Kebalikan dari konsep ini adalah Judicial Review yang mana pengujian dilakukan badan peradilan setelah norma hukum diberlakukan atau diundangkan. Praktik Judicial Review ini yang berkembang di Indonesia dengan pengujian terhadap tiga macam norma hukum sehingga disebut norm control mechanism.

Meskipun demikian, dalam penyusunan dan/atau perubahan peraturan kebijakan akuntansi, pengujian terhadap kebijakan akuntansi yang berkembang adalah Executive Review dimana praktik pengujian dilakukan oleh Pemerintah sebagai badan eksekutif. Dengan mengadopsi konsep Judicial Preview, Executive Preview juga bisa diterapkan dalam penyusunan dan/atau perubahan peraturan kebijakan akuntansi.

Dalam konsep Executive Preview, Rancangan Peraturan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah tidak akan diberlakukan selama belum diuji oleh badan eksekutif terkait. Badan eksekutif yang terkait ini contohnya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan Kementerian Dalam Negeri. Sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara, Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh komite standar independen yang dalam hal ini adalah KSAP. Oleh karena itu, KSAP memiliki kompetensi yang relevan dalam menguji rancangan peraturan kebijakan akuntansi pemerintah. Apabila rancangan peraturan tersebut terindikasi bertentangan dengan SAP atau PSAP, akan ditolak terlebih dahulu sebelum diundangkan/diberlakukan. Sehingga ke depannya tidak ada lagi temuan hukum terkait ketidaksesuaian kebijakan akuntansi pemerintah daerah dengan SAP atau PSAP. (*)

 

Affan Gustiawan Saputra, Pegawai Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: