Wacana

Wafat Yesus dan Penebusan Semesta

UMAT Kristiani mengenang wafat Yesus Kristus pada Jumat Agung (7/4/2023), yang merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah kekristenan. Peristiwa ini juga memiliki kaitan dengan perubahan cuaca yang terjadi pada saat itu. Kematian Yesus diimani sebagai pengorbanan terbesar dalam kekristenan sekaligus sebagai jalan penebusan dosa manusia, serta pendamaian seluruh alam semesta yang hancur akibat dosa.

Sejarah mencatat, pada saat kematian Yesus terjadi perubahan cuaca yang cukup dramatis sebagai tanda-tanda semesta. Langit menjadi gelap dan angin bertiup kencang. Terjadi pula gempa bumi. Fakta itu direfleksikan pula para penulis Injil (Matius 27:51, Markus 15:33, Lukas 23:44-45).

Tanda alam tersebut adalah tanda dari kekuatan Tuhan dan keagungan kematian Yesus. Perubahan cuaca tersebut adalah cara Allah menunjukkan dukungan-Nya terhadap Yesus dan bahwa kematian Yesus dianggap sebagai pengorbanan yang benar dan suci yang berkenan kepada Allah.

Penebusan semesta

Dalam wafat Yesus terpancar pula penebusan semesta alam. Kaitan antara kematian Yesus dan tanda alam yang terjadi pada saat Yesus wafat menunjukkan bahwa kristianitas memiliki hubungan sangat erat dengan alam. Kristianitas mengajarkan bahwa alam diciptakan oleh Tuhan dan Tuhan mengendalikan segala sesuatu yang ada di alam.

Wafat Yesus tertuju pula bagi penebusan seluruh alam semesta. Konsep penebusan dalam kekristenan adalah tentang pemulihan hubungan antara manusia dan Tuhan yang rusak akibat dosa. Kematian Yesus dipandang sebagai pengorbanan yang mampu menghapus dosa manusia dan memperbaiki hubungan manusia dengan Tuhan serta memulihkan alam semesta.

Konsep penebusan yang diajarkan dalam agama Kristen tidak hanya berlaku bagi hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga bagi hubungan manusia dengan alam semesta. Kematian Yesus dipandang sebagai penebusan tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi alam semesta yang mengalami krisis ekologi.

Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan, dan diciptakan dengan tujuan untuk memberikan kehidupan dan keberlanjutan bagi manusia dan makhluk lainnya. Namun, akibat dosa manusia, alam semesta mengalami kerusakan dan krisis ekologi yang berdampak pada keberlangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya.

Itulah sebabnya, kematian Yesus dipandang sebagai pengorbanan yang mampu memperbaiki hubungan manusia dengan alam semesta dan Tuhan. Melalui kematian Yesus, manusia diberi kesempatan untuk memperbaiki perilaku dan tindakan mereka yang merusak lingkungan hidup dan membantu memulihkan kerusakan yang terjadi di alam semesta.

Maka, kematian Yesus tidak hanya membawa penebusan bagi manusia, tetapi juga bagi alam semesta. Kematian Yesus mengajarkan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan hidup serta memberikan harapan bahwa alam semesta dapat pulih dan diperbaiki melalui tindakan manusia yang bertanggung jawab.

Merawat Bumi

Ungkapan syukur atas karya penebusan Yesus dapat diwujudkan dalam tanggung jawab merawat Bumi. Dalam konteks merawat Bumi, mensyukuri penebusan Kristus dapat diartikan sebagai tanggung jawab untuk menjaga ciptaan Tuhan dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Melalui tindakan-tindakan yang bertanggung jawab dan sadar akan pentingnya menjaga Bumi, manusia dapat mensyukuri pengorbanan Kristus dan memperbaiki hubungan manusia dengan alam semesta.

Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Paus Fransiskus, salah satu tokoh dunia yang sangat peduli dengan isu lingkungan hidup dan kerusakan alam semesta. Ajarannya tentang perawatan Bumi sangat jelas dalam surat ensiklikanya yang berjudul Laudato Si’: On Care for Our Common Home (2015).

Paus Fransiskus memandang wafat Kristus sebagai simbol kasih sayang Tuhan yang mendalam terhadap ciptaan-Nya, termasuk alam semesta. Ia berpendapat bahwa kematian Kristus merupakan pengorbanan yang besar untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Tuhan dan juga dengan alam semesta.

Paus Fransiskus mengajak umat Kristiani untuk memunculkan kembali hubungan manusia dengan alam semesta dan mengakui bahwa kerusakan alam semesta saat ini disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab. Dalam pandangan Paus Fransiskus, menjaga alam semesta dan merawat Bumi merupakan tugas yang penting bagi manusia sebagai wujud tanggung jawab sosial dan spiritual.

Sekarang ini, komitmen merawat Bumi sebagai tanda syukur atas penebusan Yesus dilakukan melalui Gerakan Laudato Si’ sebagai gerakan global. Tujuannya mengajak umat Kristiani dan seluruh umat manusia untuk memperbaiki hubungan mereka dengan alam semesta. Gerakan ini mendorong umat Kristiani dan seluruh umat manusia untuk bertindak secara kolektif dalam merawat alam semesta dan menjaga keberlangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya.

Gerakan ini tidak hanya sekadar gerakan lingkungan, tetapi juga merupakan panggilan moral dan spiritual bagi umat Kristiani dan seluruh umat manusia untuk menanggapi kembali tindakan mereka dalam merawat Bumi kita. Semoga kenangan akan wafat Yesus menggerakkan semua orang untuk setia merawat Bumi. Inilah tanggung jawab kita semua! (*)

 

Aloys Budi Purnomo, Pengajar Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *