Berita Utama

Desak Evaluasi Pembentukan Pasukan Komponen Cadangan

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh isi gugatan uji materi Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Namun sejumlah kelompok masyarakat sipil tetap mendesak pemerintah mengevaluasi perekrutan pasukan Komponen Cadangan (Komcad) lantaran hal itu dianggap tak mendesak dan berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andi Muhammad Rezaldi, mengatakan pemerintah bisa saja menganggap pembentukan pasukan Komcad sebagai bagian tak terpisahkan dalam membangun kekuatan pertahanan negara. Namun dia menilai pembentukan pasukan cadangan semestinya tetap mempertimbangkan skala prioritas pada agenda reformasi di sektor pertahanan dan keamanan.

Andi mengingatkan, upaya membangun TNI sebagai komponen utama pertahanan masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Dia mencontohkan, hingga saat ini, anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dan memodernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) masih terbatas. Walhasil, agenda reformasi TNI berjalan tertatih-tatih. “Pemerintah seharusnya berfokus pada pembangunan TNI, bukan mengeluarkan anggaran untuk pembentukan Komcad yang urgensinya masih dipertanyakan,” kata Andi, Senin, 31 Oktober 2022. “Kami memandang pembentukan Komcad merupakan langkah yang terburu-buru.”

Komcad kembali menjadi pembicaraan setelah laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementerian Pertahanan mengungkap sejumlah masalah pada pengadaan barang senilai ratusan miliar rupiah untuk pembentukan Komponen Cadangan tahun anggaran 2021. Pengadaan barang berupa alat komunikasi, perlengkapan operasi lapangan, hingga senapan serbu itu dilakukan kendati belum dialokasikan pendanaannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagian barang juga dipesan ketika kontrak pembiayaannya belum efektif berlaku.

Dalam laporan hasil pemeriksaan yang baru-baru ini dirilis BPK, auditor negara ini menilai kegiatan pengadaan barang tersebut menyalahi sejumlah ketentuan, dari Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, serta sejumlah peraturan teknis lainnya dalam urusan pengelolaan anggaran dan akuntansi pemerintah. Tak hanya menjadi beban bagi anggaran tahun berikutnya, pengadaan yang mendahului penganggaran dan kontrak pendanaan itu juga berpotensi menimbulkan sengketa aset dan piutang kepada pemerintah.

Senin (31/10), Mahkamah Konstitusi membacakan putusan dalam perkara uji materi Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil gugatan pemohon dan menyatakan payung hukum pembentukan Komcad itu tak bertentangan dengan konstitusi. Putusan ini dinilai inkonsisten dengan pertimbangan majelis hakim MK yang memerintahkan agar pembentuk undang-undang mengatur secara rinci dan komprehensif mengenai ancaman militer, nonmiliter, dan hibrida yang tertuang dalam Pasal 4 undang-undang tersebut.

Ancaman-ancaman yang dinilai belum rinci itulah yang justru menjadi dasar pembentukan pasukan Komcad, penduduk sipil yang dilatih kemiliteran untuk menyokong TNI sebagai komponen utama. Digagas sejak era Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, pembentukan Komcad baru dilakukan pada masa Menteri Prabowo Subianto mulai 2021.

Alasan Pemerintah Dipersoalkan

Hingga saat ini, Kementerian Pertahanan telah membentuk Komcad angkatan I dan II berjumlah 6.077 personel. Rencananya, Kementerian akan membentuk sedikitnya 25 ribu personel Komcad. Merujuk pada tambahan anggaran yang sempat diajukan Kementerian Pertahanan kepada Kementerian Keuangan pada awal 2021, program pembentukan ini membutuhkan biaya sedikitnya Rp 2,88 triliun.

Peneliti sektor pertahanan, keamanan, dan konflik pada Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Diandra Mengko, menilai temuan BPK soal pengadaan program Komcad perlu didalami, baik oleh auditor negara, Dewan Perwakilan Rakyat, maupun penegak hukum. Hal yang paling mencolok, kata dia, bagaimana kegiatan dilakukan, tapi tak direncanakan dalam penganggaran. “Ini mengindikasikan ada masalah dalam pengelolaan anggaran Kementerian Pertahanan,” kata dia, kemarin. “Ada banyak indikasi pelanggaran yang perlu didalami.”

Masalah dari sisi anggaran itu juga membuat pembentukan Komcad semakin dapat dipersoalkan. “Kenapa anggaran itu kemudian diada-adakan? Lalu mengapa undang-undangnya dicepet-cepetin?” kata Diandra.

Undang-undang yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan. Aturan ini sejak awal dipersoalkan lantaran pembahasannya dinilai kilat dan tak melibatkan partisipasi publik. Pada satu sisi, Diandra sependapat bahwa diperlukan undang-undang untuk memayungi keberadaan Komcad. “Tapi bukan berarti langsung diaktifkan (programnya),” ujarnya.

Dia mengingatkan, hingga saat ini, tidak ada satu pun dokumen resmi yang menyatakan adanya indikasi Indonesia akan mengalami peperangan di masa mendatang, misalnya 20 tahun ke depan. “Untuk apa mempersiapkan pasukan cadangan, sedangkan 20 tahun lagi tidak akan ada peperangan?” kata Diandra. “Di tengah krisis ekonomi, kurang tepat memprioritaskan anggaran untuk program ini.”

Diandra mengatakan pemerintah bisa saja mengklaim bahwa pembentukan Komcad tidak menghabiskan uang atau lebih efisien. Pemerintah juga menegaskan bahwa Komcad hanya akan aktif jika terjadi perang. Namun Diandra mengingatkan, kemampuan dasar kemiliteran tidak bisa didiamkan. “Bagaimana kemampuannya jika tidak diasah? Orang main gitar saja bisa lupa kalau enggak latihan,” ujarnya.

Menurut dia, pemerintah semestinya mengaktifkan program Komcad sesuai dengan dinamika dan ancaman yang dihadapi Indonesia. Inilah yang dilakukan oleh Singapura, yang membentuk komponen cadangan karena membaca tetangga besar mereka, Indonesia dan Malaysia, sebagai ancaman. Korea Selatan juga membangun komponen cadangan lantaran hingga hari ini eskalasi keamanan di Semenanjung Korea, terutama ancaman dari Korea Utara, sangat tinggi. Adapun Ukraina, ancaman dari Rusia sudah terjadi jauh-jauh hari. “Mereka memang ada celah membutuhkan Komcad,” kata Diandra.

Sependapat dengan Andi, Diandra berharap pemerintah memprioritaskan anggaran untuk membenahi TNI sebagai komponen utama. Anggaran Komcad, berapa pun nilainya, akan lebih berguna untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dan modernisasi alutsista. “Daripada melatih orang yang akan lupa juga,” ujarnya. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.