EKONOMI

Investasi Makin Menyebar ke Luar Jawa

JAKARTA – Kegiatan investasi tak lagi terpusat di Pulau Jawa. Penanaman modal makin menyebar ke luar Jawa dan memiliki porsi lebih besar sepanjang 2022.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan, total realisasi investasi 2022 sebesar Rp 1.207,2 triliun. Dari jumlah tersebut, nilai investasi di Pulau Jawa sebesar Rp 570,9 triliun. Adapun nilai investasi di luar Jawa tercatat menembus Rp 636,3 triliun.

“Tahun 2022, investasi di Jawa 47,3 persen dan luar Jawa 52,7 persen,” kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers, Selasa (24/1/2023).

Merujuk pada data BKPM, porsi investasi di luar Jawa mulai melampaui Pulau Jawa sejak 2020. Pada 2020, porsi investasi di luar Jawa mencapai 50,5 persen, sedangkan di Jawa 49,5 persen. Adapun pada 2021, total realisasi investasi di luar Jawa mencapai Rp 468,2 triliun (52 persen) dan di Jawa Rp 432,8 triliun (48 persen).

Bahlil menilai capaian realisasi investasi di luar Jawa yang terus tumbuh merupakan bukti konsistensi pemerintah dalam membangun konsep Indonesia-sentris. “Ini mencerminkan bahwa konsistensi pemerintah untuk membangun Indonesia-sentris terjaga, utamanya dalam konteks investasi,” kata Bahlil.

Bahlil mengatakan, investasi merupakan instrumen untuk menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Selain itu, investasi turut berperan menciptakan lapangan pekerjaan.  Oleh karena itu, kata Bahlil, pembangunan yang merata perlu dilakukan. “Sehingga kita tidak Jawa-sentris, tapi Indonesia-sentris,” kata dia.

Bahlil menambahkan, perkembangan investasi di Jawa maupun luar Jawa sama-sama mengalami pertumbuhan. Nilai investasi di Jawa pada 2022 tercatat meningkat 31,9 persen dari tahun lalu, sedangkan luar Jawa tumbuh 35,9 persen.

Namun, jika dilihat lebih detail berdasarkan provinsi, aliran investasi terbesar masuk ke Jawa Barat senilai Rp 174,6 triliun. Posisi kedua dipegang oleh DKI Jakarta Rp 143 triliun, lalu disusul Sulawesi Tengah sebesar Rp 111,2 triliun. Adapun posisi terbesar keempat yakni di Jawa Timur senilai Rp 110,3 triliun dan kelima di Riau dengan nilai investasi Rp 82,5 triliun.

Sepanjang tahun lalu, investasi paling banyak masuk ke industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya dengan nilai Rp 171,2 triliun. Kemudian, disusul pertambangan sebesar Rp 136,4 triliun dan diikuti industri transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp 134,3 triliun.

Secara keseluruhan, total realisasi investasi 2022 yang sebesar Rp 1.207,2 triliun mengalami kenaikan 34 persen jika dibandingkan dengan realisasi 2021. Capaian itu melampaui target dari Presiden Joko Widodo, yaitu sebesar Rp 1.200 triliun.

“Ini pertumbuhan investasi yang terbesar dan sepanjang sejarah. Total jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 1.305.001 orang,” kata Bahlil.

Total realisasi investasi berupa penanaman modal asing (PMA) sebanyak Rp 654,4 triliun atau 54,2 persen dari total investasi. Adapun nilai PMA itu naik 44,2 persen dari tahun lalu.

Sementara itu, penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 552,8 triliun menyumbang 45,8 persen dari total investasi. Capaian itu meningkat 23,6 persen dari tahun lalu. “Bukan hanya pengusaha asing saja, tapi pengusaha lokal pun percaya terhadap apa yang dilakukan pemerintah,” ujar Bahlil yang juga pernah menjabat ketua umum Hipmi.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, menjaga kinerja investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika kinerja investasi terus tumbuh dan iklim investasi terjaga, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi 2023 bisa mencapai 5,04 persen. “Iklim investasi yang baik merupakan competitive advantage, memperebutkan kue investasi juga,” kata Andry, Selasa (24/1).

Andry menilai Indonesia sudah relatif lebih konsisten dalam kebijakannya. Menurut dia, yang membuat Indonesia berbeda dengan negara berkembang lainnya adalah koordinasi kebijakan. “Koordinasi kebijakan fiskal dan perbankan memberikan keuntungan tersendiri,” katanya.

Dia menambahkan, kinerja investasi dapat menjadi game changer pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Sebab, investasi memiliki peran sekitar 30 persen terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, 54-55 persen perekonomian Indonesia berasal dari konsumsi. “Jadi, memang untuk mempertahankan pertumbuhan yang mungkin akan melambat, kita perlu melihat peluang dari 30 persen tadi, yaitu investasi,” kata dia.

Oleh karena itu, Andry menegaskan, iklim investasi perlu dibangun dengan koordinasi yang baik, khususnya oleh pemangku kepentingan. Hal itu penting agar investor lebih tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. (ANT)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.