Inforial

Paskah Menjadi Momentum Memperkuat Solidaritas

MANOKWARI, papuabaratnews.co Dalam peringatan Paskah di tengah suasana wabah Covid-19 atau  penyakit yang disebabkan virus korana (corona) baru, umat nasrani di Tanah Air diharapkan melaksanakan ritual peribadatan bersama keluarga di rumah. Hal itu sebagai bagian dari upaya memutus rantai penularan penyakit tersebut.

Peringatan Paskah ini sekaligus menjadi momentum memerkuat solidaritas kepada sesama umat manusia. Karena itu, umat kristiani diajak untuk memperkuat diakonal karitatif berbasis keluarga. Kesadaran layanan yang kuat dari tingkat keluarga kepada warga sekitar jadi kunci untuk mendukung upaya menghentikan penyebaran virus korona baru atau SARS-CoV-2.

”Dalam peringatan Paskah ini, kita (umat kristiani) tidak boleh membiarkan pandemi korona bermutasi sebagai epidemi keputusasaan. Keyakinan Tuhan kita adalah Tuhan kehidupan. Tentu (itu) memberi konsekuensi etis bagi kita untuk selalu mengembangkan perilaku pro hidup yang membela dan merawat kehidupan secara khusus dalam korona ini,” ujar Pendeta Jacky Manuputty, Sekretaris Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dalam konferensi daring di Jakarta, Minggu (12/4/2020).

Jacky mengatakan, tahun ini, perayaan Paskah sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, Paskah yang menjadi peristiwa sangat sakral dalam liturgi gerejawi Kristen atau kehidupan Yesus Kristus dirayakan dengan meriah mulai dari saat menjalani minggu-minggu pra Paskah dan minggu sengsara. Tahun ini, gereja yang biasa disesaki umat jadi sepi. Umat merayakannya dalam kebersamaan dengan keluarga di rumah masing-masing.

Hal itu dilakukan untuk menghindari kerumunan di gedung gereja sesuai dengan kebijakan pemerintah ataupun protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran Covid-19. Sebab, penyakit itu menyebar/menular lewat kontak langsung antar manusia yang potensinya kian besar kalau ada kerumunan.

”Apakah dengan itu kemeriahan maka Paskah jadi tak bermakna? Tidak juga. Sebab, perayaan Paskah adalah perayaan kebangkitan Kristus. Bila perayaan Paskah dalam kerumunan umat menjadi ancaman, tindakan itu berlawanan dengan berita Paskah itu sendiri, (yakni) berita kehidupan,” katanya.

Untuk itu, Jacky menuturkan, Komisi Teologia PGI mengangat tema utama Paskah tahun ini dari Injil Lukas Pasal 24 Ayat 5 dan 6. Intinya, umat kristiani diutus untuk terus mempersaksikan kehidupan yang ditemukan dalam Kristus yang bangkit mengikuti kehidupan umat secara pribadi maupun bersama-sama. Undangan itu harus disambut dengan memperjuangkan, merawat, dan memberikan kehidupan di tengah wabah Covid-19 saat ini.

”Komitmen untuk merawat dan memberikan kehidupan ini mengakar kuat pada identitas kita (umat kristiani). Bukan hanya sebagai umat kebangkitan, namun juga umat berpengharapan. Identitas ini harus terwujud secara nyata di dalam keberanian iman kita melawan pandemi korona,” tuturnya.

Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko dalam permenungan Malam Paskah, Sabtu (11/4/2020) malam pada misa ekaristi secara daring dari Gereja Katedral Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, di masa pandemi dan pembatasan sosial, umat kristiani didorong untuk memperkuat rasa solidaritas sesama manusia di lingkungan sekitar yang kondisinya terdampak.

Mereka yang terlupakan mulai dari para lanjut usia, orang sakit, dan orang-orang yang kekurangan secara ekonomi. Ini mesti dilakukan tanpa membeda-bedakan latar belakang.

Secara khusus, Rubiyatmoko juga membuat video untuk menyampaikan mengapresiasi dan memberi berkat kepada para tenaga medis, dokter, dan karyawan rumah sakit yang berada di garda terdepan menangani kesehatan masyarakat. Ia mengaoresiasi perjuangan para tenaga kesehatan yang belakangan justru kerap disingkirkan masyarakat.

“Yang terakhir, jangan lupa bahagia dan jangan takut menghadapi segala macam peristiwa dalam hidup karena Tuhan selalu menyertai kita,” tutup Rubiyatmoko.

Patuhi anjuran pemerintah

Jacky mengutarakan, dari tema Paskah kali ini, umat kristiani harus menunjukkan ataupun mewujudkan sikap iman cinta kasihnya lewat kepatuhan terhadap aturan ataupun imbauan pemerintah untuk mengatasi Covid-19. Selain mengubah pola ibadah berkumpul di gereja menjadi di rumah masing-masing, umat maupun gereja sebagai otoritas harus memperkuat diakonal karitatif dari tingkat keluarga.

Umat sedapat mungkin mengikuti anjuran pemerintah ataupun protokol kesehatan, antara lain tetap jaga jarak aman sampai berakhirnya bencana nasional ini. Sebisa mungkin tetap berada di rumah untuk keselamatan pribadi dan menyelamatkan orang lain.

Selama di rumah, umat diminta tetap mewujudkan solidaritas bagi lingkungan sekitar. Keluarga-keluarga yang mampu bisa menyisakan sedikit kelebihannya untuk membantu keluarga berkekurangan, seperti makanan, suplemen  vitamin, dan masker.

Bukan aib

Hal paling utama adalah, umat harus membangun sikap empati, bukan diskriminatif kepada orang-orang yang terpapar Covid-19. Kalau ada orang dengan Covid-19 sedang melakukan karantina mandiri di lingkungan sekitar, umat harus menciptakan suasana agar para pasien itu tidak mengalami perilaku diskriminatif.

Bila perlu, sediakan kebutuhan sehari-hari untuk para pasien tersebut dengan mengikuti protokol kesehatan berlaku. ”Harus diingat betul, terpapar korona bukan suatu aib ataupun kutukan dari Tuhan,” ungkap Jacky.

Untuk otoritas gereja, mereka harus bisa mengkonsolidasikan sumber daya yang dimiliki untuk menggelorakan aksi solidaritas guna memutus penyebaran Covid-19. Bila dinilai layak dan dibutuhkan, otoritas gereja sedianya menyiapkan gedung gereja untuk tempat isolasi pasien Covid-19.

Otoritas gereja juga harus siap menghadapi dampak susulan dari wabah Covid-19 ini, antara lain keterpurukan ekonomi hingga meningkatnya angka penggangguran karena PHK. ”Sejarah gereja-gereja menghadapi bencana wabah sejak kekristenan mula-mula kental ditandai dengan kesediaan gereja memberi diri utuh penuh dalam pelayanan kasih,” katanya.

Jacky kembali mengingatkan, Tuhan berfirman agar umat kristiani mengupayakan kesejahteraan kota (negeri, bangsa, ataupun negara) yang jadi bagian inheren tempatnya tinggal. ”Saat ini, Indonesia berstatus bencana nasional (pandemi Covid-19). Sebagai bagian negara ini, kita wajib membelanya bersama golongan lain. Sebab, korona menular tidak pandang golongan,” ucapnya.

Komitmen semua agama

Sebelumnya, semua pemuka agama di Indonesia telah sepakat mengajak semua umat masing-masing untuk tidak dahulu beribadah bersama di rumah ibadah. Semua umat beragama diminta untuk beribadah di rumah masing-masing. Dalam situasi darurat, ibadah di rumah tidak mengurangi nilai ibadah tersebut.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyrakat Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, Jumat (10/4), mengatakan, di tengah wabah Covid-19, pihaknya meminta semua umat Islam untuk mengutamakan ibadah di rumah. Termasuk ketika memasuki bulan Ramadhan, dia meminta, semua umat Islam tidak dahulu melakukan beragam kegiatan bersama di luar rumah.

Umat Islam diharapkan tidak melakukan buka bersama, tarawih, tadarus Al Quran, hingga Nuzulul Quran (peringatan turunnya Al Quran ke Bumi) di luar rumah ataupun di rumah ibadah (masjid). Ibadah-ibadah itu secara fiqih dibolehkan dilaksanakan di rumah, terutama selama masa darurat seperti wabah Covid-19 saat ini.

”Kualitas ataupun nilai ibadah semua ibadah itu tidak berkurang meski tidak dilaksanakan di masjid karena situasi sekarang darurat. Allah SWT memahami kondisi kita saat ini. Maka, mari kita mengikuti kebijakan pemerintah, yakni sebisa mungkin tak keluar rumah, menjaga jarak, selalu memakai masker, rutin mencuci tangan, dan semua protokol kesehatan lain, demi kemaslahatan semua orang, yakni memutus penyebaran Covid-19,” tuturnya. (KOM/MED/RED)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.