Berita Utama

Cara Kemenkeu Mendeteksi Pegawai Nakal

JAKARTA – Kementerian Keuangan merombak sistem pengawasan kepatuhan internal untuk meningkatkan kemampuan pendeteksian pelanggaran yang dilakukan para pegawainya. Transformasi itu kian kencang dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo, sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menuturkan Kementerian menghadapi sejumlah tantangan ketika memetakan risiko pegawai. Dalam kasus Rafael, ucap dia, Kementerian baru menerima bukti dan data perusahaan wajib pajak yang terafiliasi dengan Rafael setelah kasus ini mencuat. Padahal Rafael diduga sudah menerima aliran suap dari wajib pajak sejak 2011.

“Tantangannya adalah tidak semua harta diatasnamakan yang bersangkutan. Ada yang atas nama keluarga langsung atau tidak langsung. Itu yang membuat kami tidak mudah melacak,” ujar Prastowo, Jumat pekan lalu, dilansir Tempo.

Terlebih, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) langsung mengirim informasi mengenai dugaan korupsi atau gratifikasi kepada aparat penegak hukum, seperti KPK. Prastowo berujar, dalam kasus Rafael, KPK sudah pernah menyurati Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan soal dugaan gratifikasi pada 2019, sebagai terusan dari temuan PPATK. Isinya mengenai informasi keuangan sejumlah pegawai Kementerian Keuangan, termasuk Rafael.

Inspektorat Jenderal Kemenkeu kemudian mendalami temuan tersebut, tapi tidak berhasil menemukan bukti yang menguatkan kecurigaan terhadap Rafael. “Saat itu transaksi gratifikasinya tidak besar, ada yang Rp 5 juta, Rp 25 juta, hingga Rp 100 juta. Jadi, waktu dievaluasi, masih sesuai dengan profil pendapatannya,” kata Prastowo.

Becermin pada fakta tersebut, Kementerian Keuangan bakal mengevaluasi cara kerja sistem pengawasan kepatuhan internal dengan meningkatkan kemampuan profiling dan pemetaan risiko pegawai. Dengan begitu, pendeteksian pelanggaran dapat dilakukan lebih cepat. Kementerian juga akan meninjau ulang regulasi dan cara kerja di lingkup pelayanan publik untuk menutup celah-celah pelanggaran.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan upaya menutup celah pelanggaran integritas, antara lain, dilakukan dengan menggeser pegawai antar-unit. “Kami juga akan terus mengubah proses bisnis Ditjen Pajak menjadi serba digital untuk meminimalkan interaksi antara wajib pajak dan fiskus,” ucapnya.

Sejumlah Perusahaan dan Konsultan Pajak Diperiksa

Berkaitan dengan kasus Rafael, Suryo menambahkan, saat ini Ditjen Pajak tengah memeriksa enam perusahaan dan satu kantor konsultan pajak yang terafiliasi dengan Rafael. “Surat perintah pemeriksaan sudah kami terbitkan, untuk enam perusahaan dengan inisial GTA, SKP, PHA, CC, PDA, dan RR. Sedangkan untuk konsultan pajak berinisial SCR.”

Suryo menuturkan, pemeriksaan terhadap tujuh entitas itu merupakan pengembangan dari klarifikasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilakukan KPK. Menurut dia, perusahaan-perusahaan yang diperiksa itu, ada potensi pajak yang masih harus dibayar.  .

Sementara itu, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Said Abdullah, mengatakan Direktorat Jenderal Pajak bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai termasuk instansi yang paling banyak mendapat pengaduan dari masyarakat. Karena itu, Said mendukung pemetaan kerawanan penyelewengan berdasarkan profil kewenangan, antara lain kewenangan pelayanan dalam memberi perizinan, pelayanan dalam pemeriksaan, mengeluarkan regulasi, serta persetujuan dan alokasi anggaran serta pengadaan barang.

Sistem Pengawasan Kemenkeu Bobol

Said menyebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memetakan sektor-sektor yang rawan dalam sistem pencegahan penyelewengan Kementerian Keuangan. Namun, ucap dia, sebagus apa pun sistem yang dikembangkan, tetap terbuka celah untuk melakukan penyelewengan, khususnya tindak pidana pencucian uang melalui tindak pidana awal berupa suap.

“Kami meminta Kementerian Keuangan menyempurnakan sistem pengawasan fraud Kemenkeu, sejalan dengan pembudayaan integritas kerja,” ucap Said. Sebab, menurut dia, secanggih apa pun sistem pencegahan fraud yang dibangun, jika budaya integritas tidak dijalankan, akan selalu terbuka ruang penyelewengan.

Menurut Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, dalam kasus korupsi di lingkup perpajakan, solusi utama yang perlu dikedepankan adalah pemetaan risiko dan peluang terjadinya korupsi. Berdasarkan sejumlah data studi dan historis, kata dia, risiko korupsi sektor pajak, antara lain, terjadi pada proses pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan pengadilan pajak.

“Perlu didetailkan lagi modusnya bagaimana, lalu dibuat pemetaan dari sisi fungsi pegawai, mana yang risikonya besar melakukan korupsi,” ujarnya. Selanjutnya, berdasarkan hasil pemetaan risiko itu dibuatkan strategi pencegahan yang tepat. “Zaman dulu modusnya pegawai Ditjen Pajak sekaligus sebagai konsultan. Sekarang menggunakan tangan konsultan pajak.” (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.