Berita Utama

Konten Berkualitas, Daya Hidup Media Massa

KENDARI – Di tengah era digitalisasi, konten berkualitas menjadi syarat mutlak agar media massa bisa berkelanjutan. Ini penting agar publik semakin percaya dengan kehadiran pers.

Hal ini mengemuka dalam Konvensi Nasional Media Massa bertema ”Membangun Kemandirian Relatif Media di Tengah Platform Digital” yang digelar di Kendari, Selasa (8/2/2022). Konvensi yang digelar secara hibrida ini adalah rangkaian acara Hari Pers Nasional 2022.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjadi pembicara kunci sekaligus membuka konvensi hari kedua ini. Selain Mahfud, tampil sebagai pembicara adalah Andy Budiman, CEO Group of Media Kompas Gramedia; Uni Zulfiani Lubis, Pemimpin Redaksi IDN Times; dan Chairul Tanjung, CEO CT Corp. Hadir pula Arifin Arsyad, Pimpinan Redaksi Kumparan; Wakil Direktur Utama PT Emtek, Sutanto Haryono; dan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo.

Mahfud mengatakan, jika ingin terus berkelanjutan dan dipercaya publik, seharusnya pers tidak mempraktikkan jurnalisme yang menggampangkan proses dan menurunkan kualitas. Misalnya, menulis tanpa konfirmasi, menulis secara sepihak atau tidak cover both sides, memberi pemaknaan keliru pada sebuah peristiwa, memilih narasumber yang tidak kredibel, dan praktik mengejar klik (clickbait) dengan membuat judul-judul berita yang menggoda, tetapi melenceng dari makna.

Namun, apabila media massa mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional, juga para jurnalisnya bisa menciptakan ruang publik yang beradab, maka daya hidup pers akan lebih terjaga. Sebab, masyarakat selalu membutuhkan informasi yang tepercaya.

”Media massa adalah entitas yang bekerja secara berjenjang serta memiliki standar etika dan kualitas yang terjaga. Selain itu, melalui proses verifikasi dalam bekerja hingga bisa dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, media sosial yang diharapkan bisa menjadi ruang interaksi sosial secara positif kenyataannya sering menjadi ruang besar warga yang kerap mengabaikan etika publik, bahkan tidak jarang menjadi wadah penyebaran secara luas berita bohong,” katanya.

”Tindakan seperti ini adalah praktik yang perlahan, tetapi pasti menggerus tingkat kepercayaan publik terhadap media, yang sejatinya menjauhkan upaya kita semua untuk membangun model media massa berkelanjutan,” ucap Mahfud.

Fenomena hoaks

Dalam paparannya, Mahfud berbicara tentang fungsi media hingga tingkat kepercayaan publik terhadap media dan juga kecemasan terkait berita bohong. Mahfud mengutip survei Edelman Trust 2022 yang dirilis Januari 2022.

”Kabar baiknya dalam survei ini, Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam hal kepercayaan kepada media. Pertama China dan posisi ketiga Thailand. Survei itu menunjukkan tingkat kepercayaan publik Indonesia terhadap media mencapai 73 persen. Angka ini naik 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” katanya.

Namun, dalam survei yang lain, Indonesia menduduki peringkat kedua terkait tingkat kecemasan publik terhadap berita bohong. ”Kecemasan publik di negara kita mencapai 83 persen. Ini angka yang seakan memberikan pengakuan atas keprihatinan kita selama ini terhadap fenomena merebaknya hoaks di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini harus diatasi bersama, baik oleh pemerintah maupun insan pers,” katanya.

Senada dengan Mahfud, menurut Andy Budiman, masa depan media adalah konten. Ini terutama dalam soal bagaimana membuat konten yang relevan dengan dinamika masyarakat.

Selain itu, media juga perlu meningkatkan hubungan langsung dengan pembaca ataupun pengiklan. Untuk menopang keberlanjutan, media perlu menerapkan diversifikasi pendapatan ke sumber-sumber non-iklan.

Sementara itu, Chairul Tanjung melihat, selain soal konten, meraih pasar, terutama generasi milenial, adalah hal yang tak kalah penting. Dari sisi demografi, generasi milenial jumlahnya jauh lebih besar.

Agus Sudibyo mengatakan, kajian yang dilakukan Dewan Pers menunjukkan transformasi digital juga menyebabkan disrupsi pada media massa, terutama terkait pencarian pendapatan dan iklan. Namun, dari berbagai problematika yang ada, pimpinan media sepakat penguatan konten berkualitas dan membangun ekosistem media menjadi hal penting untuk menjaga keberlangsungan media.

Secara terpisah, dalam diskusi ”Membangun Jurnalisme Berkualitas di Era Revolusi Teknologi Informasi” yang digelar Forum Pemimpin Redaksi, pengamat media Ignatius Haryanto mengatakan, jurnalisme berkualitas diperlukan untuk menyampaikan informasi yang berguna bagi publik. Selain informatif, jurnalisme berkualitas juga menawarkan penyelesaian masalah atas persoalan yang dihadapi masyarakat.

Ignatius turut menyoroti fenomena iklan yang dibungkus dalam pemberitaan media massa. Menurut dia, media harus jujur untuk mengakui hal tersebut sebagai konten berbayar.

”Kejujuran sangat penting dalam mewujudkan jurnalisme berkualitas. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana media tetap bisa mengawasi pemerintah?” ujarnya. (KOM/RED)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.