Inforial

Paripurna Enam Perdasus Digelar, Legislatif dan Eksekutif Harus Serius

MANOKWARI, PB News – Fraksi Otonomi Khusus (Otsus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua Barat mendesak agar pembahasan enam rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) segera difinalkan, sebab enam raperdasus tersebut sempat mengalami kemandekan untuk dapat ditetapkan menjadi perdasus oleh pihak legislatif maupun eksekutif. Dengan demikian, pelaksanaan rapat paripurna pembahasan enam raperdasus pada Senin 3 September 2018 (Hari ini,red) dapat diseriusi oleh legislatif maupun eksekutif itu sendiri.

Ketua Fraksi Otsus DPRD Papua Barat Yan Anton Yoteni, mengatakan, keenam raperdasus adalah raperdasus wilayah adat, konservasi, raperdasus revisi Perdasus Nomor 16 Tahun 2013 tentang Keanggota DPR, raperdasus pembagian dana otsus, raperdasus dana bagi hasil minyak gas (DBH Migas) dan raperdasus pengusaha asli Papua.

“Legislatif dan eksekutif harus serius membahas enam raperdasus saat paripurna Senin (Hari ini,red) dilaksanakan, sehingga saya minta kita bersama harus memperhatikan itu,” ucap dia kepada sejumlah awak media, di salah satu hotel di Manokwari, Minggus (2/9/2018).

Dari keenam raperdasus itu, akan diprioritaskan adalah raperdasus wilayah adat karena sangat mendesak berkaitan dengan pengembangan investasi dan hak masyarakat adat di Provinsi Papua Barat. Dengan demikian, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Papua Barat untuk mendorong percepatan pembahasan.

“Raperdasus tentang wilayah adat ini sangat penting kita bahas bersama karena dia berdampak langsung dengan investasi dan hak-hak masyarat adat yang selama ini terabaikan,” ungkap Yoteni.

Tidak itu saja, Fraksi Otsus juga mendukung adanya raperdasus konservasi. Meskipun belakangan ini ada informasi yang menyebutkan bahwa reperdasus tersebut akan dirubah menjadi  raperdasus berkelanjutan,  setelah Gubernur Papua Barat dan Ketua DPRD Papua Barat berkunjung ke Oslo, Norwegia beberapa bulan lalu.

“Raperdasus konservasi menjadi raperdasus berkelanjutan, tapi sampai sekarang belum tahu soal rencana itu,” terangnya.

Sedangkan raperdasus revisi Perdasus Nomor 16 Tahun 2013 tentang Keanggotaan DPR, lanjut Yoteni,  akan menjadi perhatian serius Fraksi Otsus karena proses pelantikan keanggotaannya harus bersamaan dengan anggota legislatif dari jalur Partai Politik yang nama-namanya sudah masuk dalam daftar calon tetap.

“Kita mendorong ini karena proses pelabtikan keanggotaannya harus dimulai dari tahapan seleksi masyarakat adat hingga proses pelantikan,” tegasnya.

Selanjutnya, Farksi Otsus juga mempunyai perhatian terhadap raperdasus pembagian dana otsus dan  DBH Migas. Kedua Raperdasus ini menjadi perhatian lantaran sejumlah perusahaan yang masuk dalam wilayah administrasi Papua dan Papua Barat belum ada peraturan daerahnya dan itu sangat merugikan masyarakat.

“Amanat Undang-undang tentang DBH Migas ini dari dulu sudah ada, tetapi sampai saat ini pembahasan ke pembahasan dia mentah terus, sehingga saya harap kita semua mengawasi pelaksanaannya dengan baik,” ujarnya.

Menurut Yoteni,  raperdasus DBH Migas ini pernah bahas pada 2014 silam, ironisnya belum pernah diundang-undangkan, sehingga Faksi Otsus beranggapan bahwa raperdasus DBH Migas ini masih menjadi misteri.

“Raperdasus DBH Migas ini harus ditetapkan tahun ini supaya jelas, karena minyak bumi kita sudah diambil habis oleh perusahaan-perusahaan yang masuk di Papua Barat dan masyarakatnya akan menderita di tanahnya sendiri,” tuturnya.

Yoteni menerangkan, enam raperdasus yang akan dibahas bersama dalam rapat paripuran merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah provinsi bersama masyarakatnya.   Dengan demikian, legislatif dan  eksekutif harus membahasnya secara serius.

“Jika kita tidak serius membahas Perdasus Migas ini dengan baik, maka masyarakat kita akan gigit jari di kemudian hari,” terangnya.

Sementara itu, terkait dengan raperdasus pengusaha asli Papua, Yoteni menerangkan, sumber dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat melalui dana otsus, dana alokasi umum (DAU) dan DBH Migas, serta dana tambahan infrastuktur mencapai miliaran rupiah.  Namun pengusaha asli Papua serangkali menjadi penonton di tanahnya sendiri.

“Nilai ini sangat luar biasa, masa kita tidak bisa ingat pengusaha asli Papua. Mereka mau kerja bagaimana kalau belum ada peraturan daerahnya yang mengatur tentang hak-hak pengusaha asli Papua ini,” jelasnya.

Yoteni mengajak media massa untuk  berperan aktif mengawasi kinerja anggota legislatif, eksekutif, inisiator dan orang-orang yang bertugas membahas enam Raperdasus tersebut. Jika pembahasan enam Raperdasus ini tidak diawasi dengan baik, maka dengan sendirinya akan lenyap di tengah jalan.

“Yang saya sebutkan ini adalah rancangan-rancangan raperdasus usualan inisiatif legislatif maupun eksekutif yang dokumennya sudah siap dibahas. Naskah akademiknya sudah ada, kemudian sudah melalui tahap  pembahasan awal. Jadi kita akan kerja habis-habisan untuk mengawalnya,” tegas  Yoteni.(PB15)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.