NASIONAL

Usut Tuntas Kasus Bupati Terduga Pelaku Kekerasan Seksual di Maluku Tenggara

AMBON – Kepolisian Daerah Maluku didesak agar terus melanjutkan proses hukum atas kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan TH, Bupati Maluku Tenggara terhadap TSA (21) warga Kota Ambon, Maluku. Polisi diminta melindungi korban dan juga mengusut perkawinan paksa yang diduga terjadi pascakekerasan seksual dengan cara terduga pelaku menikahi korban secara siri.

Jaringan Masyarakat Sipil Kawal Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meminta Kepolisian Daerah Maluku (Polda Maluku) segera berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya untuk melindungi korban TSA yang diduga dibawa ke Jakarta dalam rangka perkawinan siri.

Kronologi kekerasan seksual yang dialami TSA oleh TH disampaikan Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS, dalam konferensi pers, Selasa (12/9/2023). Kekerasan seksual terjadi ketika TSA bekerja di Kafe Aghnia di kawasan Air Salobar Kota Ambon. Kafe tempat kejadian perkara tersebut, juga merupakan rumah TH.

Peristiwa tersebut awalnya terjadi sekitar Februari 2023, saat TSA yang baru tiga bulan kerja di kafe tersebut. Adapun modus yang digunakan TH adalah meminta korban mengantarkan minuman teh ke kamarnya di lantai 3. Korban kemudian mengalami pelecehan seksual, bahkan diperkosa oleh TH pada Juni 2023.

Pada Agustus, korban kembali diminta membawa teh kepada TH. Kekerasan seksual ketika itu tidak berlanjut karena korban berhasil melarikan diri dan bersembunyi. Sebelumnya, TSA merekam percakapan dengan TH dengan telepon genggamnya, yang kemudian menjadi bukti pelaporan kepada kepolisian.

”Beberapa hari setelah itu TSA dipecat dan mencari jalan untuk melaporkan kejadian tersebut. Akhir Agustus TSA dapat berkontak dengan seorang pengacara, yang kemudian menjadi jalan untuk TSA bertemu dengan pendamping korban,” ujar Lusi Peilouw, dari Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS.

Pada 1 September 2023, korban didampingi Othe Patty dari Yayasan Peduli Inayana Maluku yang juga pendamping Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD) Maluku, membuat laporan polisi di Polda Maluku. Korban menjalani visum et repertum, dan kasusnya memasuki tahap penyelidikan.

Beberapa hari kemudian, Senin (4/9/2023), TSA mencoba bunuh diri dengan meminum obat. Dua hari kemudian, Rabu (6/9/2023), keluarga korban menyampaikan surat permohonan menarik laporan polisi di Polda Maluku.

”Sejak saat itu pula, keluarga tidak mau lagi untuk korban didampingi oleh pendamping. Pendamping tidak berkontak sama sekali dengan korban,” kata Lusi.

Namun, proses hukum berlanjut, Kamis (7/9/2023), korban menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan atau visum et repertum psikiatrikum. Dua hari setelah itu, Sabtu (9/9/2023) korban seharusnya menjalani pemeriksaan lanjutan, tetapi tidak diperbolehkan oleh keluarga. Belakangan, Senin (11/9/2023), beredar informasi bahwa korban telah dibawa ke Jakarta, dan akan dinikahkan dengan terduga pelaku.

Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS menduga ada intimidasi dari terduga pelaku terhadap korban dan keuarganya sehingga menyebabkan keluarga menarik laporan polisi. Kepolisian diminta terus melanjutkan proses hukum karena kasus ini merupakan delik biasa atau bukan delik aduan.

”Oleh karena itu pencabutan laporan polisi oleh keluarga korban tidak bisa menjadi alasan bagi Kepolisian Daerah Maluku dari penghentian penyidikan. Terlebih, perbuatan tersebut dapat diberikan sanksi diperberat mengingat pelakunya adalah pejabat negara,” ujar Insany Syahbarwati, dari Jaringan Masyarakat Sipil Kawan UU TPKS.

Adapun pemeriksaan terhadap terduga pelaku, hingga kini belum bisa dilakukan kepolisian. Hal ini karena terduga merupakan pejabat negara yang pemeriksaannya membutuhkan izin dari Kementerian Dalam Negeri.

Dihubungi terpisah, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku, Komisaris Besar Andri Iskandar menyatakan pihak Polda Maluku sedang melakukan penyelidikan terkait laporan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Bupati Maluku Tenggara.

Dorong korban berani bicara

Adapun Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengecam kasus TPKS yang diduga dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara terhadap TSA. Menteri PPPA, prihatin atas kejadian yang menimpa korban serta mengapresiasi keberanian korban TSA yang berani bicara mengenai adanya kasus TPKS yang menimpanya.

”Keberanian dari penyintas untuk menyuarakan dan melaporkan kejadian yang dialaminya merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan keberanian para penyintas untuk melapor, dapat mencegah berulangnya kejadian serupa dan memberikan efek jera bagi pelaku,” ujar Menteri PPPA.

Kementerian PPPA melalui tim layanan langsung berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Maluku, yang selanjutnya berkoordinasi dengan Polda Maluku untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut,

Kementerian PPPA mengajak semua perempuan yang mengalami kasus kekerasan dan pelecehan untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan yang dialami. Untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan dapat melaporkan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.

Dukung proses hukum

Kasus yang menimpa TSA mendapat dukungan Forum Pengada Layanan (FPL) bagi korban kekerasan dan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Mereka mengapresiasi langkah kepolisian karena segera memproses hukum dengan penyelidikan kasus pada laporan awal dugaan TPKS dan sampai sekarang masih berproses.

Terkait dengan adanya dugaan pelapor/korban menikahi terlapor/pelaku, menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Hal itu merupakan modus yang sangat dikenali sebagai siasat pelaku kekerasan seksual untuk melarikan diri dari tanggung jawab hukum. ”Begitu dikenalnya sehingga secara eksplisit UU TPKS menyatakan tindakan tersebut sebagai tindak pemaksaan perkawinan,” tegas Andy Yentriyani.

Untuk itu Komnas Perempuan mendorong kepolisian melanjutkan pemeriksaan pelaporan kasus awal sekaligus memeriksa informasi adanya pernikahan siri pelapor oleh terlapor. Jika pernikahan ini terjadi, pihak kepolisian perlu memeriksa kemungkinan terjadinya tindak pemaksaan perkawinan.

Dukungan perlindungan kepada korban dan pendamping juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Iskandar. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.