InforialLintas PapuaPOLITIK & HUKUM

Mahasiswa dan Rakyat Papua Tolak Pemekaran Wilayah

MANOKWARI – Solidaritas mahasiswa dan rakyat Papua di Manokwari menolak rencana pemekaran wilayah atau daerah otonom baru (DOB), baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat.

Sebab, usulan DOB hanya menguntungkan kaum elite politik dan mengabaikan penyelesaian masalah yang selama ini terjadi di Tanah Papua (Pelanggaran HAM berat).

Dari pantauan Papua Barat News di Jalan Gunung Salju Amban, aksi berlangsung sejak pukul 08.00 hingga pukul 13.00 WIT. Massa aksi berencana melakukan long march (Jalan kaki, red) menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Barat, namun tidak diizinkan oleh pihak Kepolisian Resor Manokwari.

Mereka kemudian melanjutkan orasi secara bergantian di depan gerbang Universitas Papua (Unipa) Manokwari, dengan harapan ada anggota legislatif yang datang ke lokasi aksi.

Koordinator Lapangan (Korlap) Jergen Gobay, mengatakan, usulan pembentukan DOB merupakan modus kejahatan negara atas rakyat asli Papua. Pihaknya menentang keras rencana pemerintah tersebut dengan melakukan aksi demo.

“Tolak DOB,” teriak Gobay.

Ada sejumlah pernyataan sikap untuk menolak usulan pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota di Tanah Papua. Pernyataan sikap tersebut, rencananya mau diserahkan langsung ke tangan DPR Papua Barat yang kemudian diteruskan ke pemerintah pusat. Akan tetapi batal dilakukan, lantaran tak ada satupun anggota legislatif yang hadir menemui mereka.

“Kita tidak akan baca aspirasi karena tidak ada anggota DPR provinsi yang datang menemui kami. Tapi, aspirasi ini (Tolak DOB, red) masih hidup,” tegas dia.

Aksi solidaritas, kata Gobay, sudah dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini merespon statment dari salah satu anggota DPR Republik Indonesia yang menyatakan bahwa pemekaran wilayah di Tanah Papua terus diupayakan.

“Sehingga siang hari ini (kemarin, red) kami turun lakukan aksi kedua kalinya,” jelas dia.

Ia menuturkan, solidaritas mahasiswa dan rakyat Papua tolak DOB akan kembali melakukan aksi serupa. Apabila, pemerintah terus berusaha memuluskan usulan pembentukan DOB di Provinsi Papua maupun Papua Barat.

“Langkah seperti apa, nanti dilihat dengan situasi dan kondisi,” ujarnya.

Solidaritas mahasiswa dan rakyat Papua menggelar aksi menolak wacana pembentukan DOB bagi Papua dan Papua Barat. (Foto: PB News/F. Weking)

Sekretaris Korlap Agung Yual, menilai, larangan melakukan long march ke gedung DPR Papua Barat mencermin tindakan pembungkaman ruang demokrasi dari pihak kepolisian setempat.

Long march untuk menyampaikan pendapat di muka umum, telah diatur Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

“Kami sudah melakukan negosiasi, namun kawan-kawan pihak keamanan tidak diizinkan kita. Ini pembungkaman ruang demokrasi,” jelas Yual.

Ketika aksi berjalan satu atau dua jam, sambung dia, semestinya pihak kepolisian menyampaikan bahwa anggota DPR Papua Barat tidak berada di tempat (Manokwari, red). Sehingga, massa aksi tidak kecewa bilamana kepolisian mencegah rencana long march.

“Kalau sampaikan lebih awal, kita bisa bubar lebih cepat. Tapi sampai dengan jam 12 lewat barulah keamanan sampaikan DPR tidak ada,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Manokwari AKBP Parasian Herman Gultom, menjelaskan, permintaan long march tidak diizinkan karena kepolisian mempertimbangkan faktor kelancaran arus lalu lintas. Apabila diizinkan, maka dapat mengganggu keamanan masyarakat ketika berkendara di jalan raya.

“Kalau long march, ada kepentingan masyarakat umum yang terganggu,” ujar Kapolres.

Ia melanjutkan, aksi solidaritas mahasiswa dan rakyat Papua tolak DOB terlebih dahulu telah menyampaikan surat pemberitahuan ke pihak kepolisian. Dengan demikian, pihaknya menurunkan personel Polres Manokwari dan Satuan Brimob Polda Papua Barat untuk mengamankan jalannya aksi.

“Aksi sejak pagi sampai siang Puji Tuhan berjalan aman dan damai. Terima kasih teman-teman dari mahasiswa yang sudah melakukan aksi dengan damai,” pungkas Kapolres.

Diberitakan sebelumnya, Komite I DPD Republik Indonesia melakukan kunjungan ke Manokwari untuk menyerap aspirasi masyarakat, terkait pembentukan DOB di Papua maupun Papua Barat.

Pemekaran tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021.

“Supaya kami bisa sampaikan aspirasi itu ke mitra kerja kami,” kata Wakil Ketua I Komite I DPD RI Filep Wamafma, Senin (14/2/2022).

Selain menyerap aspirasi, DPD RI juga ingin mengetahui dampak politik, sosial dan keamanan wilayah. Faktor-faktor tersebut menjadi nilai tawar kepada pemerintah pusat untuk merealisasikan pemekaran wilayah. Khusus untuk Papua Barat Daya, sedang digodok undang-undang pembentukan provinsi. Meski demikian, target politik tidak serta merta terlaksana. Hal itu berkaitan dengan sikap masyarakat yang berada di kawasan pemekaran.

“Jangan sampai rusuh, gangguan keamanan. Ini juga jadi faktor yang harus dipertimbangkan,” ucap Filep.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, menuturkan, pemerintah provinsi siap memberi dukungan penuh terhadap rencana pemekaran tersebut. Agenda pemekaran Provinsi Papua Barat menjadi dua provinsi yakni Papua Barat Daya telah disuarakan sejak tahun 2014 silam dalam rapat paripurna DPR RI. Sayangnya, agenda itu tidak terlaksana akibat adanya moratorium dan kemampuan keuangan negara.

Ia menjelaskan, tim kajian akademis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) telah tiba di Manokwari, beberapa waktu lalu.

“Tiga tim di Papua dan satu tim ke Papua Barat,” jelas Dominggus.

Kajian akademis itu, kata dia, harus dilakukan secermat mungkin agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari. Kajian yang paling utama berkaitan dengan lokasi kedudukan ibu kota provinsi.

“Syarat yang lain adalah pelepasan adat untuk wilayah yang nantinya dijadikan sebagai lokasi perkantoran pemerintah provinsi,” ujar Dominggus.(PB15)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.