Berita UtamaInforial

Produksi Kakao Ransiki Ditarget 1.000 Ton Per Bulan

MANOKWARI, papuabaratnews.co – Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan memproyeksikan produksi kakao asal Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan terus meningkat hingga 1.000 ton per bulan.

“Coklat Ransiki dulu pernah jaya. Saat masa jayanya itu hasil produksi perbulan bisa mencapai rata-rata 1.000 ton. Kita harus dorong, agar bisa kembali ke masa jayanya itu,” kata Gubernur saat melepas pengiriman kakao kering Ransiki di Pelabuhan Manokwari, Kamis (12/11/2020).

Gubernur mengutarakan bahwa lahan perkebunan kakao di Kabupaten Manokwari Selatan masih sangat luas mencapai lebih dari 1.500 hektar. Dari seluruh lahan tersebut baru sekitar 200 hektar yang berproduksi.

“Nilai bisnis dari pengelolaan 200 hektar lahan tersebut mencapai Rp2,8 miliar selama tahun 2020. Kalau semua lahan bisa dikelola akan semakin banyak uang yang beredar dan masyarakat akan sejahtera,” kata dia lagi.

Dikatakan, walaupun di tengah hantaman pandemi Covid-19, namun hasil produksi kakao di masyarakat tidak menurun. Hal ini tentu menyimpulkan bahwa potensi pengembangan kakao sangat menjanjikan.

Pemprov Papua Barat dan Kementerian Pertanian berkomitmen  mendorong pengembangan kakao di Kabupaten Manokwari Selatan. Kakao masuk dalam daftar komoditas unggulan Papua Barat yang akan dikembangkan dalam program ekonomi hijau.

Gubernur menyebutkan pada tahun 2020 baik provinsi maupun pusat telah merealisasikan program pengembangan masing-masing 40 hektar di Kampung Abresso, Distrik Ransiki, Manokwari Selatan. Selain bibit, bantuan juga diberikan berupa peralatan, pupuk dan obat pemberantas hama.

“Awalnya kita siapkan anggaran untuk pengembangan 100 hektar, begitu pula dari Kementerian Pertanian. Namun karena ada realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 maka anggaran terpotong,” katanya.

Pemprov berupaya mengalokasikan kembali pada tahun 2021 dan seterusnya. Secara bertahap diharapkan seluruh lahan yang sudah tersedia bisa dimanfaatkan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Papua Barat Charlie Heatubun mengatakan kakao merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan pada program pembangunan berkelanjutan.

Pemprov Papua Barat, pusat serta sejumlah mitra pembangunan ekonomi hijau terlibat dalam pengembangan komoditas tersebut, termasuk Bank Indonesia .

“Selama tahun 2020 total 90 ton biji kakao kering yang dikirim Koperasi Eiber Suth Ransiki. Untuk hari ini ada 12 ton yang dikirim ke Surabaya, Jawa Timur,” ucap Charlie.

Selain pasar dalam negeri, biji kakao di daerah tersebut juga diekspor ke sejumlah negara wilayah Eropa, seperti Inggris dan Prancis

Harga jual kakao kering di koperasi tersebut Rp 45 ribu/kg untuk kakao premium dan Rp 30 ribu/kg untuk yang biasa.

“Dari hasil operasi yang berlangsung selama tahun 2020 ini uang yang berededar di Manokwari Selatan melalui Koperasi Eiber Suth sudah sebesar Rp 2,8 miliar,” katanya.

Dia menambahkan, pada tahun 2020 Pemprov Papua Barat juga telah menggelontorkan anggaran untuk pengembangan lahan seluas 40 hektar. Selain bibit, peralatan juga diberikan dalam paket bantuan tersebut.

“Begitu pula pemerintah pusat, untuk pendorong pengembangan kakao Ransiki Kementerian Pertanian juga membantu program pengembangan seluas 40 hektar. Didalamnya juga ada bantuan peralatan, pupuk hingga obat pembasmi hama,” katanya.

Lebih lanjut Heatubun mengutarakan, konsentrasi Pemprov Papua Barat yakni menjalankan amanat Perdasus Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di daerah ini. Perdasus kemudian mengaris bawahi model pembangunan melalui sektor ekonomi hijau yang bersandar pada komoditas unggulan daerah non deforestasi.

“Karena itu Papua Barat telah menetapkan produk potensi non deforestasi masuk dalam prioritas pengembangan di antaranya adalah kakao, kopi, pala, kelapa dalam, rumput laut dan ekowisata,” terangnya.

Dia mengaku, hingga saat ini pihaknya terus berkoordinasi dan bekerjasama dengan lembaga dan sektor yang tergabung dalam mitra pembangunan. Harapannya melalui kerjasama itu dapat menekan lonjakan harga pasokan komoditi lokal hasil pertanian masyarakat di Papua Barat.

“Kami terus berusaha memperbaiki rantai pasok sehingga lebih murah baik biaya pengiriman maupun distribusinya sehingga berdampak pada meningkatnya harga produk di tingkat petani dan koperasi,” pungkasnya. (PB22)

**Berita ini Telah Terbit di Harian Papua Barat News Edisi Jumat 13 November 2020

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.