NASIONAL

Ombudsman Perlu Diperkuat

JAKARTA — Menapaki usia 23 tahun, Ombudsman RI dinilai perlu diperkuat perannya oleh aparat pengawas intern pemerintah atau APIP dan inspektorat. Dengan demikian Ombudsman RI diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Penilaian itu, antara lain, disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, Sabtu (11/3/2023). Menurut pengamatannya, peran Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik belum optimal terutama di daerah. Hal itu terlihat dengan masih banyaknya pungutan liar terhadap masyarakat yang mengakses layanan publik sehingga menyebabkan reformasi birokrasi belum optimal.

Ia menegaskan, sebagai lembaga pengawas, Ombudsman jangan berdiri sendiri. Ombudsman harus bekerja sama dengan pengawas lainnya, seperti APIP dan inspektorat. Bahkan, bekerja sama dengan aparat penegak hukum ketika melihat sesuatu yang mencurigakan. Selama ini, kata Trubus, Ombudsman bersuara ketika sudah terjadi peristiwa hukum atau pelanggaran.

”Di tataran pencegahan harusnya lebih difokuskan dan diprioritaskan. Sebagai lembaga negara, Ombudsman harus kuat,” ujar Trubus, dilansir Kompas. Ia berharap ada evaluasi rutin terhadap Ombudsman yang melibatkan partisipasi publik.

Saat memperingati HUT Ke-23 Ombudsman, Jumat (10/3/2023), di Jakarta, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengakui, selama 2022 masih didapati berbagai kendala dan ketidakpuasan masyarakat untuk mendapatkan haknya dalam pelayanan publik. Menurutnya, hal itu disebabkan kondisi tak menentu akibat pandemi Covid-19.

Najih mengatakan, tahun 2022 menjadi waktu transformasi pelayanan publik yang harus beradaptasi dengan pandemi global. Pelayanan publik harus menyesuaikan dengan dinamika perubahan era yang sangat cepat, tidak terduga, sulit dikontrol, kompleks, serta ambigu sebagai dampak kemajuan teknologi dan informasi.

Selama 2022, kata Najih, Ombudsman menerima 8.292 laporan masyarakat dan 11.427 konsultasi masyarakat di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk memperoleh hak pelayanan publik yang lebih baik.

Ombudsman telah melakukan 88 investigasi, di antaranya gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA), dugaan malaadministrasi penyediaan minyak goreng; kasus Stadion Kanjuruhan, Malang; penggunaan jet pribadi oleh pejabat; serta dugaan malaadministrasi akses internet di daerah 3 T (terluar, tertinggal, dan terdepan).

Secara khusus, Ombudsman mengawasi pelayanan publik bagi kelompok dan wilayah marjinal, di antaranya pelayanan penyandang disabilitas dan minoritas, ketersediaan guru beragama minoritas, tanah adat, dan masyarakat adat.

Perwakilan Ombudsman di 34 provinsi mengkaji permasalahan di wilayahnya masing-masing seperti tindakan korektif atas surat edaran gubernur, mengurai lonjakan tagihan listrik, menyelamatkan hak pensiun janda anggota Polri, rekrutmen pekerja migran, penerimaan peserta didik baru (PPDB), asuransi, sertifikasi tanah, digitalisasi pelayanan, problematika pungutan di satuan pendidikan, infrastruktur, layanan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), kebencanaan, layanan ketenagakerjaan penyandang disabilitas, penonaktifan sepihak Kartu Indonesia Sehat (KIS), pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan jemaah haji.

Melalui video, Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada peringatan 23 tahun Ombudsman, Jumat (10/3/2023), mengungkapkan, pelayanan publik adalah wajah konkret kehadiran negara. Pemerintah akan terus melakukan transformasi tata kelola, inovasi yang berkelanjutan, dan budaya kerja birokrasi yang melayani.

Peringatan ulang tahun Ombudsman RI harus dijadikan momentum bagi Ombudsman RI dan birokrasi untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, berorientasi pada hasil, dan kepentingan masyarakat. ”Ombudsman RI harus terus menjadi pilar penting dalam peningkatan pelayanan publik dan reformasi birokrasi di Indonesia,” kata Presiden Jokowi.

Dalam sejarahnya, Ombudsman RI didirikan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan dimintai pendapat oleh Gus Dur terkait pembentukan Ombudsman karena ada usulan dari mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Antonius Sujata. Sekretaris Negara saat itu Marsillam Simanjuntak yang merupakan rekan Teten di Indonesia Corruption Watch (ICW) mengetahui bahwa Tetan pernah menulis artikel tentang Ombudsman. Karena itu, Marsillam mempertemukan Teten dengan Antonius di Istana Negara. Setelah mendapatkan kantor, Gus Dur membuat Keputusan Presiden (Keppres). ”Kalau waktu itu tidak dibikin Keppres, ini tidak akan terbentuk. Jadi, sekali lagi Ombudsman itu satu institusi yang sangat penting untuk meningkatkan pelayanan publik karena Ombudsman menjadi mata dan telinganya pemerintah untuk menerima pengaduan-pengaduan dari masyarakat,” ungkap Teten, yang turut hadir di HUT Ke-23 Ombudsman, pada Jumat (10/3/2023).

Di masa kepemimpinan Presiden Jokowi yang sedang mempersiapkan Indonesia menjadi negara maju, peningkatan kualitas pelayanan publik sangat penting. Sebagai contoh, dalam kemudahan usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional, Undang-Undang Cipta Kerja sudah dihadirkan untuk mempermudah berbagai urusan usaha.

Ombudsman memiliki peran yang penting untuk mencermati maupun menjadi bagian dari kemudahan berusaha tersebut. ”Jadi bukan hanya administrasi pelayanan, tetapi juga bagaimana kita bisa meng-create pertumbuhan-pertumbuhan ekonomi terutama ekonomi rakyat yang sekarang sedang menjadi konsen kita,” kata Teten.

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga ekosistem yang dibangun pada UU Cipta Kerja, yaitu kemudahan berusaha, akses pembiayaan, dan kebijakan afirmasi. Ombudsman memiliki peran dalam tiga ekosistem tersebut karena urusan pelayanan publik berkaitan dengan rakyat dan bagaimana meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat. Pemerintah sudah memberikan berbagai kemudahan dan fasilitas, tetapi pada praktiknya masih perlu pengawasan dari masyarakat dan Ombudsman.

Upaya transformasi

Guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, Najih menyampaikan, Ombudsman terus berupaya melalui peningkatan transformasi digital dengan mengintegrasikan semua kegiatan dasar untuk mengubah persepsi masyarakat kepada pemberi pelayanan publik. Ia menegaskan, pemanfaatan teknologi bisa meningkatkan efisiensi yang lebih produktif.

Ombudsman berkontribusi penyediaan Satu Data Indonesia, khususnya dalam pelayanan publik. Data pelayanan publik penting untuk tata kelola data dan dokumentasi dalam satu kanal Satu Data Pelayanan Publik. Pada 2022 disusun data pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sosial, serta perumahan rakyat dan pemukiman.

Untuk menjamin kualitas pelayanan masyarakat, dilakukan juga pengawasan internal. Dalam menangani 8.292 laporan masyarakat, Ombudsman menerima 91 kasus (1,09 persen) keluhan atau di bawah target maksimal 2,60 persen. Menurut Najih, kondisi ini menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat masuk kategori baik. Ombudsman akan terus meningkatkan untuk menjadi sangat baik. Pengelolaan anggaran semakin akuntabel dan optimal dalam pelaksanaan dukungan manajemen dengan penyerapan sebesar 95,95 persen.

Menuju tahun 2023, kata Najih, Ombudsman berharap terjadi percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. ”Tingkatkan kepatuhan standar pelayanan publik,dorong terwujudnya SP4N (Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional), serta monitoring dan evaluasi secara berkala. Semoga pelayanan publik berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.